[RESENSI] Into The Water by Paula Hawkins


Aku tau flatlay-ku ala-ala. Itu sisa uangku setelah berusaha terlihat fancy dengan membeli secup cokelat J.co dengan bonus donat gula mahal. Setelahnya pun reimburse kantor karena sekalian meeting sama client hehe. Aku bahagya. 

Buku karangan Paula Hawkins ini di awal cerita sebenernya ngebuat gue bingung. Alasannyaaaa si Paula ngebuat sudut pandang penulisannya di tokohnya masing-masing. Jadi engga ada tuh sudut pandang pertama, kedua, atau ketiga. Jadi seakan-akan semua tokoh yang ada di buku ini punya waktunya sendiri untuk jadi tokoh utama. Contohnya gini. 


Ratenya di angka 8/10, sudut pandangnya emang bikin bingung soalnya.
Dulu novel ini sempet dipinjem sama Kakak Purwaning Putri Utami namun sehari kemudian dikembalikan sambil ngedumel, "liat nih! Tiap chapter sudut pandangnya beda-beda, pusing ah gue bacanya!" wkwkwk.

Ku juga pusing awalnya.

Tapi.... ketika udah berhasil melewati beberapa chapter dengan tokoh yang bener-bener utama, buat gue sih udah ga musingin lagi. Karena udah terekam gitu si Jules kayak apa, Lena gimana, Sean, Patrick, Erin, dan lain sebagainya.

Inti ceritanya ada di sebuah sungai yang dideskripsikan sebagai sungai dengan air yang hitam, dingin, dan tiba-tiba dalam. Dangkal di sisinya, namun menarik penikmatnya hingga tidak mampu kembali ke daratan.

Sungai ini sendiri diceritakan sebagai Sungai Penenggelaman, di mana para korbannya adalah selalu para "wanita yang merepotkan". 


Korban pertamanya adalah Libby Sheeton yang dulu dianggap sebagai penyihir karena bisa meramu obat. Karena warga Beckford (nama kotanya) merasa meramu obat menjadi bahan yang menyembuhkan pada zaman dulu adalah hal tabu, jadi si Libby ditenggelamkan lah di sungai ini karena dianggap meresahkan dan "merepotkan" warga.

Kasus penenggelaman dan bunuh diri di sungai ini tidak berhenti di Libby. Di tahun jauh setelahnya, ditemukan mayat seorang wnaita bernama Lauren Townsend yang kasusnya waktu itu dianggap sebagai kecelakaan, penyebabnya diketahui karena tergelincir. 

Selanjutnya, ada seorang gadis bernama Katie Whittaker yang memutuskan bunuh diri karena terlibat skandal romansa dengan guru sekolahnya (Mark Handersen).

Nah, kasus kematian terakhir adalah kematian Nel Abbot yang dikenal sebagai single parent yang memiliki 1 anak gadis remaja dan dicap sebagai wanita ga bener. Dari hasil otopsinya, di tubuh Nel didapati tingginya kandungan alkohol sehingga polisi menyimpulkan bahwa Nel jatuh ke sungai dan akhirnya hanyut.


Namun, anak Nel, Lena, bersikeras bahwa ibunya tidak terjatuh, tapi bunuh diri. Lena berpikir kalau ibunya depresi dan bertanggung jawab atas kematian sahabatnya, Katie.

Jules, yang diceritakan sebagai adik Nel yang hilang lalu kembali, terpaksa harus terlibat masalah ini karena hanya dia-lah satu-satunya keluarga Lena. Jules yang tadinya sangat-sangat-sangat membenci Nel karena perbuatan dan masa lalunya, akhirnya menemukan titik terang atas sikapnya selama ini kepada Nel. Bukan Nel yang salah berbuat, tapi Jules yang salah mengerti. Tapi sayang, Jules sadar setelah yang ditinggalkan Nel hanyalah Lena dan kasus kematiannya.

Menuju akhir cerita, tokoh antagonis mengerucut pada 3 orang. Mark Handersen, Helen Townsend, dan Patrick Townsend.

Mark Handersen punya motif membunuh Nel karena Nel tahu hubungannya dengan Katie, dan karenanya Katie ketakutan kalau Nel akan melaporkan hal ini kepada sekolah atau orang tuanya. Katie pun akhirnya bunuh diri dengan harapan Mark akan hidup tenang jika kasusnya tidak akan terbongkar. Jadi, Mark punya alasan dan dendam yang cukup kuat untuk membunuh Nel. Tapi, Mark tereliminasi setelah pergulatannya dengan Lena dan dia mengaku bahwa ia hanya depresi dan jatuh dalam kesedihan karena kepergian Katie dan sama sekali tidak menyentuh Nel.

Helen Townsend yang merupakan kepala sekolah tempat Lena dan Katie menjadi tersangka selanjutnya karena terbukti menyimpan gelang yang selalu dipakai Nel semasa hidup. Helen punya motif kuat karena suaminya, Sean, pernah selingkuh dengan Nel.


And yap, Patrick admitted that he killed not only Nel, but Lauren too. 

Patrick Townsend menjadi tokoh antagonis yang akhirnya mengaku bahwa ia memang membunuh Nel. Motifnya adalah ia merasa dendam bahwa Nel sudah berusaha merusak rumah tangga anaknya, Sean dan Helen. Patrick mengaku mengajak Nel minum dan membawanya ke tebing dekat sungai dalam keadaan mabuk. Memanfaatkan keadaan, Patrick kemudian mendorong Nel hingga akhirnya jatuh dan tenggelam. Sebelum Nel terjatuh, Patrick menceritakan bahwa mereka sempat tarik-menarik dan tidak sengaja menarik gelang Nel hingga putus.

Patrick juga akhirnya mengakui kesalahannya bahwa Lauren tidak meninggal karena tergelincir, tetapi ia tidak sengaja membunuhnya pada saat terjadi cekcok dan Lauren mendapatkan luka yang cukup parah. Untuk menutupi jejak, Patrick kemudian membawa Lauren ke sungai untuk ditenggelamkan, demi menutupi jejak kekerasannya. Namun, saat menutupi jejak, ada 1 orang yang melihat rangkaian kejadiannya dengan jelas, namun orang ini dipaksa bungkam hingga akhirnya Patrick mengakui kesalahannya.


Terus pas gue baca Patrick ngaku, "lah gini doang? Plot twistnya ga asik banget". Tapi masih ada sekitar 10 halaman lagi.

Pas dibaca ternyata......... Patrick benar melakukan pembunuhan terhadap Lauren, tapi tidak terhadap Nel. Dalam pernyataan yang diberikan ke polisi, Patrick mengaku sempat ada pergulatan sebelum ia mendorong Nel ke sungai. Namun, hasil forensik membuktikan bahwa tidak ada luka lebam akibat tindak kekerasan dari jenazah Nel yang sudah diotopsi. Bahkan gelang yang ditemukan pun dalam keadaan baik. 

Lah jadi siapa?


BACA BUKUNYA LAH WKWK. Aku ga mau jadi spoiler. Penutupan twist-nya gue akuin cukup oke, meskipun masih lebih greget bukunya Paula yang The Girl On The Train. Tapi novel ini gue rasa emang jauh lebih ringan daripada yang gue sebut barusan. Worth to read sih. Ringan, kejam, mengalir. 

Comments

Popular Posts